Semua orang di divisi pemasaran sepertinya cukup familiar dengan konsep segmentasi. Sudah banyak teori-teori pemasaran yang membahas apa itu segmentasi dan bagaimana segmentasi dilakukan. Secara umum yang saya dapatkan pribadi di kuliah, segmentasi sangat normatif dimana kita membedah siapa targeting pasar, dan melakukan segmentasi berdasarkan umur, gender, lokasi, dan lain-lain. Tetapi apa benar segmentasi segampang itu dan apakah segmentasi proses yang dilakukan diawal saja?
Mengenal Segmentasi
Menurut pengertian dasar, segmentasi adalah proses pemisahan audiens target pasar yang heterogen menjadi homogen dengan melakukan proses pengelompokkan dengan berdasarkan kriteria yang sudah kita susun. Namun bagaimana prosesnya? dan apa saja kriterianya?
Proses segmentasi seringkali dianggap seperti proses mengawang-ngawang dalam marketing karena kita harus bisa membayangkan siapa yang nantinya akan menjadi target pasar. Persis seperti paranormal, tingkat kesuksesannya tanda tanya.
Apalagi dengan proses marketing tradisional dimana semua hal harus menggunakan instict, proses mengenal target pasar menjadi hal yang sulit dan kalaupun bisa, mahal. Untuk perusahaan yang kecil mungkin hanya bisa mengandalkan survey atau mengedarkan brosur untuk memahami audiens, datanya pun sering kali tidak efektif. Sedangkan perusahaan besar biasanya memakai pendekatan focus group discussion yang memakan biaya tidak kecil, serta proses yang lama.
Kenapa Segmentasi Berubah di Digital
Semua cara tidak ada yang benar dan tidak ada yang salah sih, hanya masalah kecocokan saja. Banyak orang yang masih lebih prefer metode satu dengan metode lainnya. Namun patut disadari bahwa dengan populernya teknologi dan melahirkan digital marketing, metode segmentasi pun semakin diperkaya.
Sebagai pemasar, kita sering kali ingin mendapatkan insight dari konsumen seperti berapa populasi pasar, apa behavior mereka, dan apa ketertarikan mereka dengan hal yang kita akan jual. Dengan datangnya Google, Facebook, dan banyak teknologi lain, seketika kita mendapatkan banyak sekali data yang bisa diolah karena banyak user yang engage di platform tersebut.
Tentu karakteristik data yang diberikan berbeda-beda namun secara oerall, data yang berikan lebih kaya dibanding era marketing tradisional. Kehadiran digital justru sangat memperdalam proses segmentasi yang sebelumnya sangat normatif. Sebagai contoh di kuliah saya dulu, mahasiswa dianggap melakukan segmentasi jika telah memilah target pasar berdasarkan umur, gender, dan lokasi. Tetapi lebih dalam dari itu biasanya akan muncul pertanyaan, datanya dari mana?
Sekarang dengan adanya tool seperti Facebook Audience Insight,
Kita bisa memahami target pasar dengan lebih dalam karena data yang tersedia sangat banyak. Banyak tool berbayar atau gratis yang bisa membuat kita memperkaya data. Marketing seketika menjadi sesuatu yang scientific dan proses art didalamnya pun bisa lebih tajam.
Kesimpulan Segmentasi Pasar
Secara kasar bisa saya simpulkan bahwa kita bisa menggunakan teori segmentasi yang sama dengan semua buku pemasaran yang ada, namun ada data-data tambahan yang membuat segmentasi kita lebih tajam. Pertama kategorisasi behavioral, kita bisa mengelompokkan target pasar dari cara mereka menggunakan internet mulai dari tipe smartphone, sampai ke provider internet. Kedua adalah kategorisasi psikologikal, dimana kita bisa mengetahui interest seseorang, berdasarkan apa yang disukai atau sering dibaca di internet.
Penggabungkan kategoriasi demografi, geografi, behavior, dan psikologikal membuat segmentasi yang kita lakukan lebih dalam dan membantu proses marketing dengan lebih efektif dan efisien. Tidak ada lagi penyebaran budget marketing yang sifatnya sangat luas dan berharap semua orang akan membeli produk kita, karena kenyataannya memang tidak demikian.