Hidup itu pilihan. Profit dan non-profit pun pilihan. Akhir-akhir ini saya banyak mencari tahu dan mendengar (selective attention) tentang organisasi non-profit. Organisasi non-profit adalah organisasi yang biasanya memiliki misi mulia, dan tidak mencari keuntungan/profit. Organisasi non-profit tentu bisa mendapatkan profit namun tidak ada istilah pembagian dividen karena uang akan dikembalikan ke budget operasional.
Saya tertarik sekali membahas ini karena masih ada stigma pekerja non-profit itu harusnya tidak dibayar. Banyak sekali video TikTok yang membahas organisasi ini, isi komennya kayak: “kok tajir ya”, “harusnya kan non-profit gak setajir ini”, dan lain sebagainya. Miris sekali karena pekerja non profit pun harus tetap dibayar dan menghidupi keluarganya.
Mengerjakan kampanye ataupun penggalangan dana butuh tenaga kerja, keringat, uang operasional, dan keluarga yang ditopang. Tentu pekerja non-profit harus dibayar dan bahkan lebih dari layak karena telah mendedikasikan dirinya untuk misi mulia. Bahkan pekerjaan non-profit diluar negri sangat bergengsi.
Namun saya juga paham setelah menelusuri lebih. Organisasi non-profit adalah satu-satunya jenis organisasi yang tidak punya kegagalan. Semua dilakukan untuk misi mulia. Ini termasuk organisasi non-profit luar negeri, dalam negeri, yang didukung perusahaan, maupun independent. Rasanya semua project yang dilakukan tetap diselebrasikan keberhasilannya.
Menanam 1000 pohon, check. Membangun MCK, check. Memberikan donasi vaksin, check. Semua yang dilakukan atas nama organisasi non-profit dianggap berhasil dan mulia. Misi sosial terpenuhi.
Apa yang terjadi jika semua aktivitas dianggap sukses? Lalai. Tidak ada feedback yang sifatnya nyata karena tidak ada pengukuran yang jelas. Tidak ada kerugian, semua hanya misi sosial. Karena tidak bisa gagal, maka tidak perlu teliti dalam menyusun budget, mengisi tenaga kerja. Semua resources salah arah. Akhirnya organisasi pun kehabisan uang dan resources.
Jika Anda ingin mengubah dunia, model terbaik untuk melakukannya adalah dengan membuat organisasi for-profit. Alasan pertama karena pengukuran yang jelas, profitability. Organisasi ini bisa bertahan dengan sendirinya dan tidak meminta donasi setiap saat. Sumber daya dan tenaga diarahkan sepenuhnya untuk mencapai misi Anda.
Tentu model for-profit punya kelemahan. Pertama ya stigma for-profit tidak mulia. Anda juga punya peluang untuk menjadi tamak karena hanya ingin profit. Anda pun harus bayar pajak yang lebih besar. Namun jika Anda bisa menyeimbangkan sustainability dan impact, Anda bisa menarik dan membayar orang-orang terbaik untuk menjalankan misi sosial dengan sustainable.
Join 4000+ others
If you like this content, you should give my email list a try. It’s a very unannoying list, I promise. I mainly use it to send you new content when they come out!
Thanks ya sudah baca. Sekarang giliran Anda. Kalau Anda merasa edisi ini bagus banget, saya minta tolong forward ke teman-teman lainnya ya. Selain itu, Anda juga bisa memberikan feedback via reply email untuk meningkatkan kualitas tulisan ini.
Jika Anda pertama kali melihat newsletter ini, Anda bisa melihat edisi sebelumnya dan subscribe disini.
Salam hangat,
William Jakfar
Published by {{ admin_name,fallback=William Jakfar }}.
Here’s where you can find me online: