Jangan Sembarang Bilang Expert

Baca email ini di browser Anda 

Hi, saya lagi rajin nulis akhir-akhir ini.Pada kesempatan kali ini saya akan membahas bagaimana fenomena expert-expert baru, bagaimana membedakannya, dan bagaimana Anda juga bisa menjadi seorang expert.

Setiap hari di sosial media, muncul expert baru. Sosial media expert, digital marketing expert, mental health enthusiast, dll. Saya sedikit terusik dengan fenomena ini karena ada beberapa event organizer yang nawarin title saya “Digital Marketing Expert”, tapi apa sih expertise saya sampe bisa dibilang ahli digital marketing? dan apakah event organizer bisa verifikasi dan kasih embel-embel ahli?

Btw, saya butuh bantuan Anda untuk project terbaru saya tentang buku Digital Marketing. Isi survei ini dan Anda akan mendapatkan kesempatan melihat draft buku ini pertama kali. > LINK

Asal Usul Kredibilitas

Seorang ahli atau expert itu menunjukkan kredibilitas. Kredibel artinya mudah dipercaya. Kata-katanya pasti bener. Banyak sekali institusi di sekitar kita yang hidup dari kredibilitas yang sangat dijaga penuh.

Contohnya: menjadi seorang dokter. Butuh sekolah bertahun-tahun, melewati berbagai macam ujian dan koas sampai bisa praktek sendiri. Tapi setelah punya ijin dan gelar, ia langsung dianggap sudah bisa mengobati orang. Masyarakat awam pun langsung bisa mempercayakan keluhan medisnya ke orang yang punya gelar dokter. Kalau ada dokter macem macem, ikatan dokter langsung bertindak. Nama baik harus dijaga.

Contoh lain: jika Anda seorang akademisi/dosen maka dosen dari universitas terkenal seperti UI/ITB akan lebih cepat dipercaya dibanding profesi dosen lain. Institusi akademik melihat background siapa dibalik individu tersebut. Semakin prestige, semakin tinggi kredibilitasnya.

Jika Anda akan meminjamkan uang, Anda tentu akan percaya seseorang dengan gelar dokter ataupun pekerja dari sebuah organisasi ternama, dibanding hanya orang “biasa”. Orang ini belum tentu bisa mengembalikan uang Anda, namun anggapan Anda ini lebih tidak berisiko. Aman lah.

Kredibilitas yang diterima masyarakat biasanya di bentuk dari: “apa yang dikerjakan” dan “siapa institusi dibaliknya“. Masyarakat biasanya sulit menerima hal yang begitu kompleks.

Misalnya saya sendiri. Saat saya menjelaskan apa pekerjaan saya, deskripsi lengkapnya mungkin:
Saya membantu bisnis skala kecil menengah untuk mengembangkan bisnisnya dengan solusi bisnis dari TikTok. Didalamnya saya juga membantu infrastruktur agar TikTok lebih dengan dengan bisnis UMKM.

Dalam otak orang lain yang awam, yang terlintas adalah: bla bla bla bla, oh di TikTok (saya pernah lihat video TikTok, perusahaan gede ini) bla bla bla bla, oh kerja di bagian business development. OK, William kerja di TikTok bagian business development. Apa yang membuat saya kredibel? TikTok-nya.

Saya pun melakukan hal ini ke orang lain. Bandwidth otak kita terbatas untuk tahu detil setiap orang lain dan kredibilitas kadang diciptakan dengan hal-hal yang simple dan familiar.

Macam-macam Cara Agar Kredibel

Kalau sistem sudah ditemukan, pasti ada yang mencoba meretas. Saya mau kredibel tanpa susah payah, gimana caranya?

Mengasosiasikan diri dengan organisasi besar yang tidak ada standard pengukuran baku. Organisasi politik contohnya. Orang-orang yang tiap hari diinterview tentang masa depan Indonesia sepertinya dari partai politik melulu. Apakah mereka punya kualifikasinya? belum tentu, tapi apakah mereka terlihat kredibel? sepertinya iya.

Apa lagi contoh organisasi yang tidak ada standard pengukuran baku? Aktivis sosial misalnya. Polanya mirip. Asalkan kampanye yang diganyang sedang heboh rasanya suara terkeras lah yang didengar. Terutama kalau sudah ada massa pendukungnya. Tapi kredibilitas itu tidak sejajar dengan kebenaran.

Ada juga metode-metode tradisional dimana Anda berusaha masuk ke institusi yang sudah established. Secara instant Anda dianggap kredibel. Orang Indonesia yang bisa kuliah di Harvard pasti dianggap orang jenius, mau berapa-pun IP nya. Pekerja-pekerja yang datang dari startup raksasa dianggap sangat mulia, padahal mungkin yang dikerjain sama aja.

Kredibilitas terlihat lebih sulit dibentuk di bidang science. Metode verifikasi pernyataan sudah teruji. Kalau mau bikin sesuatu tinggal submit jurnal dan minta jurnal divalidasi. Kredibilitas di bidang non-sciences tidak ada yang menguji. Dari luar tampaknya semua expert yang ngaku jago marketing skillnya sama, nyatanya kan belum tentu.

Kredibilitas lebih mudah dibentuk di bidang non-science.

William Jakfar

Di kasus industri yang saya tahu, digital marketing. Modal ngerti facebook ads aja udah bisa bikin seminar sendiri, tulis digital marketing expert. Atau jadi influencer dengan followers beli (gak semua tapi ada yang begini) dan buka kelas gimana jadi influencer. Crazy, right?

Expert Masa Depan

Pola yang terjadi sekarang adalah orang-orang sudah mulai lebih skeptis soal self-proclaimed expert, terutama via digital. Dengan makin banyak konten-konten spill tea, kebenaran makin banyak terkuak. Kedepannya Anda akan mulai meragukan kredibilitas orang-orang yang latar belakangnya hanya sebuah organisasi, tanpa melihat proof of work nya. Siapa dia sampe bisa berpendapat begitu.

Kita sedang ada di transisi tersebut. Masih ingat kasus Dokter Lois? banyak masyarakat yang sempat tertipu dengan seorang “dokter” yang bilang COVID itu tidak ada, hanya hoax. Saya sekarang setiap mendengar ada dokter yang statementnya terlalu berani pasti googling dulu. Ini baru satu kasus yang terlihat dan menjadi pelajaran. Banyak sekali institusi yang brandingnya mulia banget, tapi kenyataan lapangannya berbeda.

Transisi kekuatan bakal pindah dari Institusi ke Orang.

Naval

Gimana caranya jadi expert masa depan? caranya sama persis dengan menjadi expert masa dulu. Jangan andalkan institusi tapi apa yang sudah kalian lakukan. Masalah apa yang Anda selesaikan. Apa karya yang sudah dibuat. Kalau karya Anda bagus, Anda tidak perlu koar-koar masukin title di LinkedIn kalau Anda jago. Orang lain yang nyari sendiri.

Join 4000+ others

If you like this content, you should give my email list a try. It’s a very unannoying list, I promise. I mainly use it to send you new content when they come out!

Thanks for subscribing.

Thanks ya sudah baca. Sekarang giliran Anda. Kalau Anda merasa edisi ini bagus banget, saya minta tolong forward ke teman-teman lainnya ya. Selain itu, Anda juga bisa memberikan feedback via reply email untuk meningkatkan kualitas tulisan ini.

Jika Anda pertama kali melihat newsletter ini, Anda bisa melihat edisi sebelumnya dan subscribe disini.

Salam hangat,

William Jakfar

Published by {{ admin_name,fallback=William Jakfar }}.
Here’s where you can find me online:

Unsubscribe here

If you like this post, you should consider joining my newsletter. You’ll get exclusive content for free and a bunch of bonus