Yang Abadi Hanya Kepentingan Pribadi

Baca email ini di browser Anda 

Minggu lalu saya resign dari TikTok. Walau baru hanya 1.5 tahun disana, sudah saatnya saya mengambil tantangan baru. Walaupun mendapatkan award, promosi, dan ketenaran bekerja di salah satu perusaahan paling populer di dunia, saya tidak ada motivasi untuk melanjutkannya lagi.

Jangan salah, buat saya kerja di TikTok itu enak banget. Selama pandemi full WFH, tanpa neko-neko mau WFO. Tidak ada potongan gaji, malahan kompensasi finansialnya menurut saya OK banget. Kulturnya juga sangat modern, beda dengan stereotype perusahaan asal China pada umumnya. Namun memang jam kerjanya tinggi layaknya startup hyper-growth.

Saya bergabung di divisi SMB/small-medium business. Kerjaannya masih sangat nyambung dengan expertise saya di digital marketing. Sehari-hari saya bantuin bisnis/digital marketing agency yang pake solusi bisnis di TikTok untuk gedein bisnisnya. Saya suka industri dan divisinya.

Financially, pendapatan saya bertambah jauh. Lebih 3x lipat dari pekerjaan sebelumnya. Saya juga udah nemu pola dan cara agar saya bisa meningkatkan kompensasi lebih dari sekarang dengan waktu kurang dari 2 tahun.

Work-life balance saya pribadi OK. Saya jarang buka laptop malam hari dan weekend. Background saya di digital marketing sangat membantu jadi learning curve nya sangat sedikit. Saya selalu bisa menyelesaikan semua kerjaan dalam jam kerja.

Dari sisi tim, orang-orangnya juga sangat exceptional. Semua orang yang di divisi saya biasanya dari startup global dan sangat ramah untuk berbagi ilmu. Ada kultur TikTok dimana semua orang bisa chat siapapun dan pasti dibales, mau itu orang HQ maupun beda divisi. Sangat open.

Overall semuanya sih sangat bagus. Namun walaupun begitu motivasi saya malah makin menurun setiap hari. Tidak selaras dengan perkembangan karir saya.

Saya jadi mikir: apa yang bisa membuat saya bertahan? kayaknya another promotion atau naik gaji gak mempan, atau pindah divisi? atau ngerjain project baru?

Kepentingan Pribadi

Saat pertama masuk TikTok, motivasi saya masih sangat tinggi. Hampir tiap hari saya berusaha membuktikan diri sendiri dengan lembur, belajar lebih cepat dari new joiner lainnya. Saya ngerasa saya punya kapabilitas buat belajar dan posisinya “gue banget”.

Namun ini pengalaman pertama saya di posisi sales. Sebelumnya saya menangani digital marketing dari sisi planning. Orang belakangnya aja. Bikin strategi dan execute. Namun kali ini saya punya target, setiap bulan ada tanggung jawab nambah.

Saya memang sengaja masuk ke divisi sales karena ingin belajar aspek lain dari marketing. Namun setelah 1 tahun ini membuat saya berpikir: “Apakah ini hal yang membuat saya excited bangun pagi hari?”.

Melihat kebelakang, ada beberapa faktor mengapa saya memilih TikTok menjadi kantor kedua saya, yaitu:

  1. Industri dan perusahaan yang sangat flexible. Saya bisa mendapatkan insight industri apapun tanpa terikat satu industri. Andai kata saya ingin pindah industri lain masih sangat memungkinkan.
  2. Akses ke pemilik bisnis. Keinginan saya dari dulu adalah bikin bisnis sendiri dan divisi SMB ini mendekatkan saya dengan mimpi ini.
  3. Belajar sales seperti yang saya jelaskan diatas. Ilmu sales dan marketing emang satu rumpun tapi kayaknya beda. Jadi saya ingin tahu.
  4. Perusahaan yang hyper-growth. Secepat apa sih perusahaan yang dibilang hyper growth? Gimana cara mereka bisa sustain growth tersebut? Kultur dan hiringnya gimana?

Saya merasa udah mendapatkan checklist dari semua faktor diatas. Semuanya sudah saya ketahui dan pelajari secara pribadi. Mungkin itu alasan kenapa motivasi saya turun karena saya merasa tujuan saya sudah tercapai disini.

Penambahan materi dan finansial sebelumnya dikira jadi faktor, tapi ternyata tidak begitu berpengaruh kepada saya. Rasa senangnya ada selama beberapa bulan, namun hilang dan turun begitu saja. Yang abadi hanya kepentingan pribadi.

What’s next?

Sesuai plan awal, saya tidak akan mencari pekerjaan baru, melainkan membuat perusahaan sendiri. Semua ilmu yang saya pelajari di kehidupan professional akan dipakai untuk membiayai diri sendiri dan perusahaan ini.

Di saat saya menulis ini, perusahaannya baru berjalan namun operasionalnya masih saya sendiri. Kalau Anda penasaran dengan updatenya, Anda bisa follow Twitter saya. Disana saya akan mendokumentasikan perjalanannya.

Join 4000+ others

If you like this content, you should give my email list a try. It’s a very unannoying list, I promise. I mainly use it to send you new content when they come out!

Thanks for subscribing.

Thanks ya sudah baca. Sekarang giliran Anda. Kalau Anda merasa edisi ini bagus banget, saya minta tolong forward ke teman-teman lainnya ya. Selain itu, Anda juga bisa memberikan feedback via reply email untuk meningkatkan kualitas tulisan ini.

Jika Anda pertama kali melihat newsletter ini, Anda bisa melihat edisi sebelumnya dan subscribe disini.

Salam hangat,

William Jakfar

Published by {{ admin_name,fallback=William Jakfar }}.
Here’s where you can find me online:

Unsubscribe here

If you like this post, you should consider joining my newsletter. You’ll get exclusive content for free and a bunch of bonus